Makna Bela Negara Dipertaruhkan di Tengah Sorotan Integritas Aparatur

Kota Bekasi - Plaza Kantor Pemerintah Kota Bekasi menjadi lokasi sentral peringatan Hari Bela Negara ke-77, Jumat (19/12). Acara yang dipimpin oleh Wali Kota Bekasi Tri Adhianto dan dihadiri Wakil Wali Kota Harris Bobihoe serta jajaran Forkopimda dan ASN berjalan tertib, tetapi suasana berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Perayaan tahunan yang biasanya bersifat seremonial kini dibayangi oleh kekhawatiran publik atas kredibilitas kekuasaan dan birokrasi. 

Bela Negara, yang diperingati setiap 19 Desember untuk mengenang terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia pada 1948, dihadirkan bukan sekadar sebagai ingatan historis, tetapi sebagai refleksi moral di masa kini. Tri Adhianto menekankan bahwa Bela Negara bukan eksklusif bagi TNI dan Polri, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif seluruh warga negara, terutama pejabat dan ASN. Disiplin, kesiapsiagaan, dan integritas dalam menjalankan amanah jabatan disebutnya sebagai bentuk bela negara yang relevan di era modern. 

Tema nasional peringatan tahun ini, Teguhkan Bela Negara untuk Indonesia Maju, menurut Tri mengandung pesan penting: ancaman terhadap bangsa bukan hanya berasal dari luar negeri, tetapi juga dari dalam — termasuk dari disinformasi, ujaran kebencian, hingga penyalahgunaan kekuasaan yang merusak kepercayaan publik. 

Dalam amanatnya, Tri juga menyerukan kewaspadaan terhadap hoaks dan manipulasi informasi yang berpotensi memecah belah masyarakat. Solidaritas sosial mendapat sorotan khusus, terutama seiring bencana alam yang menimpa sejumlah wilayah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Menurutnya, rasa empati dan aksi nyata untuk membantu sesama merupakan bagian tak terpisahkan dari semangat bela negara. 

Namun di luar barisan upacara yang khidmat, muncul pertanyaan tajam: sejauh mana nilai bela negara ini benar-benar diinternalisasi dalam praktik pemerintahan sehari-hari? Situasi publik yang tengah mengamati perilaku elite politik dan aparatur pemerintah menempatkan peringatan ini sebagai cerminan kebutuhan integritas dalam kekuasaan — bukan sekadar ritual tahunan, tetapi komitmen nyata terhadap kepentingan publik.