Hampir Semua RW di Bekasi Sudah Cairkan Dana Hibah Rp 100 Juta


Kota Bekasi — Sebagian besar Rukun Warga (RW) di Kota Bekasi dilaporkan telah menerima dana hibah senilai Rp 100 juta per RW pada akhir November 2025. Hingga pekan lalu, sebanyak 91,26 persen dari total 1.020 RW telah memperoleh Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), sehingga dana bisa segera digunakan.

Dana ini disiapkan oleh Pemkot Bekasi dengan tujuan mendukung biaya operasional sekretariat RW hingga penyediaan fasilitas lingkungan. Menurut Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, ketua-ketua RW telah dikebut proses pencairan agar dana dapat segera dimanfaatkan. 

Waspada Potensi Penyimpangan

Program dana hibah ini mendapat sorotan publik sejak awal, terutama terkait potensi penyalahgunaan dana. Di berbagai daerah lain, skema serupa acap kali tersandung masalah transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, Pemkot Bekasi menegaskan bahwa pemanfaatan dana harus sesuai proposal awal yang diajukan tiap RW — dan pengawasan pelaksanaan dilakukan bersama dengan DPRD Kota Bekasi.

Setiap RW juga diwajibkan menyusun laporan penggunaan dana secara tertib dan menyerahkan pertanggungjawaban. Batas akhir pelaporan ditetapkan pada 20 Desember 2026.

Meski demikian, karena banyak pencairan dilakukan mendekati akhir tahun anggaran, muncul kekhawatiran bahwa dana akan dipakai semata untuk menyerap anggaran — bukan untuk memenuhi kebutuhan warga secara nyata. Pakar tata kelola anggaran lingkungan memperingatkan bahwa proyek “kejar serapan” bisa berujung pada hasil kurang optimal, bahkan sekadar memenuhi formalitas administratif. (Redaksi) 

Ambil Momentum Tata Kelola Anggaran secara Transparan

Dengan total anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai lebih dari Rp 100 miliar (jika dihitung dari seluruh RW), program ini sejatinya bisa menjadi indikator kemampuan Pemkot Bekasi menjalankan belanja langsung di tingkat paling bawah — yakni RW. Jika dikelola dengan baik, dana ini memungkinkan peningkatan fasilitas lingkungan, layanan warga, dan transparansi penyelenggaraan.

Namun sebaliknya, jika pertanggungjawaban tidak dilakukan secara serius — misalnya tanpa audit, tanpa pelibatan warga, atau tanpa bukti pembelian yang jelas — maka dana tersebut berisiko hanya menjadi “kertas serapan” tanpa manfaat riil untuk masyarakat.